Delapan tahun silam, tepatnya pada 2004, Indonesia dikejutkan oleh meninggalnya seorang aktivis HAM, Munir Saib Thalib. Kematianya menimbulkan kegaduhan politik yang menyeret Badan Intelijen Negara (BIN) dan instituti militer negeri ini. Berdasarkan hasil autopsi, diketahui bahwa penyebab kematian sang aktivis yang terkesan mendadak adalah karena adanya kandungan arsenik yang berlebihan di dalam tubuhnya. Munir meninggal ketika melakukan perjalanan menuju Belanda. Ia berencana melanjutkan studi S2 Hukum di Universitas Utrecht, Belanda, pada 7 September 2004. Dia menghembuskan nafas terakhirnya ketika pesawat sedang mengudara di langi Rumania.
Awalnya, jenazah almarhum di autopsi oleh tim ahli pathologi dari
Netherland Forensic Institute. Mereka menyataka bahwa tidak menemukan
sebab spesifik yang menunjukkan ketidak wajaran atas kematiannya. Namun,
pada 28 Oktober 2004, Menteri Luar Negeri Belanda menginformasikan
kepada Menteri Luar Negeri RI tentang kesimpulan hasil autopsi yang
menyatakan bahwa Munir meninggal karena diracun arsenik. Berdasarkan
pemeriksaan lanjutan pada 1 Oktober 2004, di dalam darah Munir ditemukan
zat-zat berupa arsenik, paracetamol, metroclopramide, diazepam, dan
metafanic acid. Konsentrasi arsenik dalam darah cukup tinggi dan
berakibat fatal. Arsenik dan sebagian besar senyawa arsenik lainya
adalah racun yang kuat. Bahan ini membunuh dengan cara merusak sistem
pencernaan dan menyebabkan kematian karena syok.
Kematian Munir yang tidak wajar ini memunculkan kecurgaan
keterlibatan Badan Intelijen Negara (BIN). Kecurigaan tersebut sempat
menyeret Mayjen Muchdi ke dalam penyelidikan, walau kemudian berakhir
secara antiklimaks. Tidak hanya itu, keterlibatan pihak maskapai
penerbangan Garuda Indonesia juga disebut-sebut ikut membantu BIN dalam
memuluskan jalanya perencanaan pembunuhan terhadap Munir.
Kebanyakan isu yang berkembang mengenai kematian Munir menduga bahwa
pembunuhan Munir dilakukan karena aksi-aksi Munir bisa mengganggu
kenyamanan orang yang terlibat. Salah satunya yang berkaitan dengan
intelejen negara. Dugaan kematianya juga dikaitkan dengan keberhasilan
Munir membongkar skandal penculikan aktivis tahun 1998 oleh Tim Mawar,
Kopassus. Hal ini pula yang menjadi penyebab mayjen Prabowo Subianto
kehilangan tongkat komandonya sebagai Panglima Kostrad.
Hingga kini, kasus Munir hanya berhasil menyeret seseorang kambing
hitam yang divonis bersalah membunuh Munir. Seorang Pilot Garuda,
Polycarpus, menjadi satu-satunya pihak yang dipersalahkan. Banyak pihak
meyakini bahwa ia hanya pion yang dikorbankan. Sangat Tidak masuk akal
seorang pilot memiliki motif untuk membunuh seorang aktivis. Untuk apa
dan untuk siapa dia bekerja hingga saat ini masih temaram. Kelihaian
spionase tingkat tinggi dan permainan beberapa oknum di "tempat-tempat"
yang sangat tinggi membuat pollycarpus harus menanggung kesunyian
sebagai kambing hitam.
Entah ini merupakan strategi kontra intelijen untuk menyebarkan
propaganda menyesatkan atau bukan, seseorang memberikan analisis yang
mengejutkan. Munir dan istrinya, Suciwati, disebut-sebut sebagai kaki
tangan asing yang berkedok HAM. Diduga organisasi pimpinan almarhum,
Kontras, didanai oleh asing untuk menyukseskan kepentingan tertentu.
Teori yang berkembang mengatakan bahwa Munir didapuk untuk menjadi
pemecah belah kesatuan dan memprovokasi kebencian masyarakat terhadap
militer dan pemerintah berkuasa.
Jika memang teori tersebut benar, risiko kematian adalah harga mahal yang harus dibayar agen spionase internasional. Mereka yang memercayai teori ini mengatakan bahwa BIN mugkin hanyalah korban tertuduh. Sebab, secara logika, BIN mestinya cerdas dan waspada dalam bertindak dan tidak akan gegabah membunuh orang seperti yang terjadi pada kasus Munir. Mereka mencurigai ada kaitan dengan kekuatan asing yang menekan pemerintah. Celakanya pemerintah akan takut untuk menghadapi tekanan tersebut sehingga mengorbankan orang lain demi kepentingan pribadi. Jika ada satu teori yang salah, tentu salah satunya mungkin saja benar. Jadi, teori mana yang akan kita percaya.?
Sumber : Konspirasi Hukum dan Militer
Jika memang teori tersebut benar, risiko kematian adalah harga mahal yang harus dibayar agen spionase internasional. Mereka yang memercayai teori ini mengatakan bahwa BIN mugkin hanyalah korban tertuduh. Sebab, secara logika, BIN mestinya cerdas dan waspada dalam bertindak dan tidak akan gegabah membunuh orang seperti yang terjadi pada kasus Munir. Mereka mencurigai ada kaitan dengan kekuatan asing yang menekan pemerintah. Celakanya pemerintah akan takut untuk menghadapi tekanan tersebut sehingga mengorbankan orang lain demi kepentingan pribadi. Jika ada satu teori yang salah, tentu salah satunya mungkin saja benar. Jadi, teori mana yang akan kita percaya.?
Sumber : Konspirasi Hukum dan Militer
Tidak ada komentar:
Posting Komentar